Selasa, 14 Februari 2012

BAHAN BAKAR NABATI (BBN) SEBAGAI SOLUSI MENGHADAPI KRISIS ENERGI

Oleh Yahma Muhammad Sakti
(Mahasiswa FTI Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya)




            Krisis energi merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi Bangsa Indonesia saat ini. Sumber energi fosil berupa minyak bumi, gas alam dan batu bara yang selama ini dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan industri dan transportasi semakin menipis seiring dengan bertambahnya waktu. Sedangkan dari data grafik konsumsi energi pada tahun 1970 hingga 2002 di bawah ini, menunjukkan bahwa kebutuhan energi yang harus dipenuhi masyarakat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun terlebih pada sumber energi berupa minyak bumi.
            Sumber energi fosil merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable energy) atau tidak dapat diperoleh kembali setelah digunakan, maka diperkirakan beberapa tahun ke depan ketersediaan sumber energi tersebut akan habis di alam. Menurut perkiraan, batubara akan habis 50 tahun lagi, gas alam 30 tahun lagi dan minyak bumi 11 tahun lagi. Terbatasnya alat pemuas kebutuhan manusia dalam hal ini adalah sumber energi fosil sedangkan kebutuhan manusia itu sendiri banyak dan harus terpenuhi, tentu saja akan menimbulkan akibat fatal jika hal tersebut dibiarkan berlarut – larut tanpa adanya upaya penanggulangan, yaitu antrian berjam – jam di depan halaman SPBU yang memungkinkan munculnya tindakan anarkis di kalangan masyarakat karena berebutan demi memperoleh BBM langka yang tersedia untuk kebutuhan hidupnya, penyaluran BBM yang tidak merata, timbulnya masalah kriminalitas oleh oknum yang memanfaatkan keadaan ini untuk kepentingan pribadi dengan cara menimbun BBM dan lain sebagainya. Oleh karena itu, untuk meminimalkan dampak yang akan terjadi kemudian, pemerintah melakukan impor minyak mentah dari luar negeri. Dengan demikian, diharapkan kebutuhan manusia tetap terpenuhi dan keterbatasan sumber energi fosil dapat ditanggulangi. Namun sangat disayangkan bahwa usaha pemerintah tersebut kurang menguntungkan dalam jangka panjang karena dengan melakukan impor berarti menambah biaya transportasi, biaya angkut, pajak dan lain sebagainya, belum lagi nominal mata uang dolar yang meningkat dari tahun ke tahun memungkinkan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan. Sebenarnya, tidak akan menjadi masalah besar jika saja harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang nantinya disalurkan ke masyarakat dijual dengan harga mahal. Mungkin saja keuntungan dapat diraih atau paling tidak bisa menutupi keseluruhan pengeluaran biaya pengadaan BBM tersebut ditambah dengan subsidi dari pemerintah yang semuanya sudah tentu melalui perhitungan yang cermat. Namun masalah lain akan muncul yakni masalah kemiskinan di kalangan masyarakat, utamanya masyarakat kecil yang sehari – harinya berprofesi sebagai buruh, petani, nelayan dan sebagainya yang penghasilannya tentu saja tidak begitu besar dibandingkan dengan mereka – mereka yang bekerja di lembaga kemasyarakatan. Kalau sudah begini, jangankan untuk makan, membeli BBM saja tidak sanggup. Harapan mereka kemiskinan segera dituntaskan, namun pada kenyataannya kemiskinan bukannya tuntas, tetapi malah semakin merajalela. Dengan demikian, untuk kasus ini Indonesia benar – benar terhimpit sedangkan pemerintah berada pada posisi yang sulit sehingga perlu adanya suatu solusi alternatif lain untuk menangani masalah krisis energi tanpa menimbulkan masalah baru di berbagai pihak. Selain hal – hal yang telah dijelaskan di atas, minimnya kapasitas produksi pabrik pengolahan minyak mentah juga turut memberikan pengaruh terhadap masalah krisis energi. Dengan demikian, pemerintah harus mengupayakan bagaimana cara meningkatkan kapasitas produksi jika pada saatnya telah ditemukan solusi menghadapi keterbatasan sumber energi fosil.
Di tengah – tengah bergemingnya masalah krisis energi di tanah air, Bahan Bakar Nabati (BBN) hadir sebagai sebuah solusi tepat dalam menangani masalah tersebut. Biodiesel, bioetanol, biogas dan briket yang akhir – akhir ini mulai ditemukan oleh kaum intelek telah membuka asa dan harapan bagi Indonesia untuk segera bangkit dari masalah krisis energi. Manfaat dari BBN pun ini ternyata cukup menjanjikan untuk masa depan Indonesia kelak. Dengan adanya BBN ini, tidak hanya masalah krisis energi yang teratasi, tetapi juga masalah kemiskinan, keterbatasan bahan baku SDA yang selanjutnya diolah menjadi bahan bakar, efisiensi pemanfaatan sumber daya alam yang kurang bermanfaat menjadi lebih bermanfaat dengan tujuan meningkatkan nilai tambah dan mutunya serta manfaat lainnya yaitu  dapat menciptakan generasi penerus yang kristis menghadapi tantangan dunia, kreatif dan inovatif dalam menemukan penemuan – penemuan baru yang berguna bagi Bangsa Indonesia di kemudian hari.
Pada dasarnya, bahan baku utama dari BBN tersebar luas hampir di seluruh wilayah Indonesia karena ntayanya Indonesia kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah. Dengan demikian, BBN mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan bahan baku BBM. Biodiesel yang fungsinya dapat menggantikan solar sebagai bahan bakar kendaraan bermesin diesel seperti truk angutan berat dapat dibuat dari tanaman jarak pagar, minyak jelantah yang sudah tidak layak pakai, kelapa, sirsak, srikaya, kapuk dan alga. Akhir Mei 2011, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Darwin Zahedy Saleh di dampingi Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Thamrin Sihite meresmikan Biodiesel Fuel Plant yang beroperasi di Site PT. Adaro Indonesia, Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tabalong, Tanjung, Provinsi Kalimantan Selatan.
Lain halnya dengan bioetanol, bahan bakar ini bisanya dicampurkan dengan bahan bakar bensin untuk meningkatkan bilangan oktan seperti zat aditif Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead (TEL) sehingga dapat meningkatkan efisiensi pembakaran mesin kendaraan dan mengurangi emisi gas buang berbahaya. Bioetanol berbahan dasar jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu, dan tebu. Untuk biogas yang biasanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, terbuat dari sampah organik seperti kotoran sapi atau kerbau sedangkan briket merupakan bahan bakar padat yang salah satunya dapat dibuat dari batok kelapa atau tempurung kelapa (www.chem-is-try.org). Mengingat mudahnya memperoleh sumber bahan baku utama BBN, pemerintah tidak lantas diam saja menunggu panen kemudian memetik tanpa adanya upaya pengembangan tanaman dan ternak yang berpotensi menghasilkan sumber energi tersebut. Melainkan perlu adanya suatu program budidaya tanaman penghasil biodiesel, bioetanol dan briket serta pemeliharaan hewan – hewan  ternak penghasil biogas.
Dalam memenuhi program tersebut, tentu saja memerlukan peranan dari masyarakat kecil seperti para petani. Hal ini disamping membantu pemerintah, juga membantu meningkatkan taraf hidup para petani yang selama ini pendapatannya tidak seberapa besar. Dengan bekerja mengolah lahan seluas beberapa hektar bersama pemerintah, dimungkinkan pendapatan mereka bertambah ketimbang pendapatan yang dihasikan dari penjualan hasil panen mereka sebelumnya yang diperoleh dengan susah payah.
Pemanfaatan BBN sebagai sumber energi alternatif masa depan mendatangkan sisi positif di mata masyarakat yang tidak peduli dengan sampah – sampah yang acap kali mereka temui sepanjang jalan. Setidaknya dengan adanya BBN ini, masyarakat berpikir dua kali untuk mengacuhkan sampah – sampah tersebut yang kenyataannya dapat mendatangkan keuntungan bagi mereka. Selama ini, mungkin mereka membiarkan sampah – sampah organik seperti sampah sayuran, limbah tahu dan sebagainya berserakan dimana – mana. Tetapi setelah tahu bahwa sampah tersebut dapat diolah menjadi bioetanol dan biogas serta meningkatkan nilai manfaatnya dari sesuatu yang kurang berguna menjadi sesuatu yang lebih berguna, sehingga tumbullah kepedulian di dalam diri mereka. Dengan demikian, jelaslah bahwa BBN juga akan mencetak masyarakat Indonesia yang kreatif dan inovatif dan peduli terhadap lingkungan sekitarnya.
Menilik pada potensi negara Indonesia yang besar terutama untuk ketersediaan bahan baku, sudah sepantasnya negara Indonesia berani menunjukkan potensinya kepada dunia sebagai negara penghasil bioenergi dunia. Berbagai tantangan kedepannya dalam pengembangan bioenergi ini, terutama pada aspek modal, pengembangan teknologi, permasalahan hambatan sosial, dan keterbatasan pasar dan penguna sudah seharusnya menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, kaum intelek dan pihak-pihak terkait untuk mencari solusinya. Diharapkan dalam 100 tahun ke depan, Indonesia dapat menjadi jawara dunia dalam bidang energi. Dalam mencapai harapan tersebut, harus disadari bahwa keberhasilan tidak datang dengan sendirinya, tetapi merupakan suatu hasil kerja keras dari semua pihak.




0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution