Oleh Rusdah
(Mahasiswa Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, FTP, Universitas Brawijaya)
MDG’s seakan menjadi
sebuah tongkat sihir bagi negara-negara berkembang untuk memacu gerak dalam
memenuhi target-target yang ada didalamnya. Negara yang dulunya tidak terlalu
awas terhadap isu isu sentral dunia, mendadak berbenah dengan cepat dan
bersemangat untuk bersama memperbaiki keadaan negara masing-masing. MDG’s
mengangkat beragam isu dan diantara yang cukup penting adalah poin pertama yang
menyebutkan penanganan segera kemiskinan dan kelaparan.
Fenomena
kemiskinan, kelaparan, dan gizi buruk yang tampil secara masif dalam beberapa
tahun terakhir kembali menegaskan akutnya insekuritas pangan di tingkat rumah
tangga masing-masing negara. Fenomena ini diyakini akan bertambah buruk di
tahun-tahun mendatang akibat terjadinya kelangkaan dan melonjaknya harga
pangan. Keadaan ini didukung oleh penurunan produksi pangan akibat
ketidakseimbangan antara permintaan pangan dunia dengan semakin berkurangnya
jumlah lahan produksi pertanian.
Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang
rawan pangan (miskin) sebesar 39,5 juta orang atau 16,58% dari total penduduk
menurut data BPS, lebih kecil dibanding data yang dikeluarkan Bank Dunia yang
menyebutkan angka 109 juta orang atau sekitar 49,5% dari total penduduk.
Diperkirakan hampir setengah dari angka tersebut mengalami rawan pangan kritis.
Permasalahan krisis pangan dimasa mendatang terutama terfokus pada menipisnya
produksi pertanian akibat lahan yang semakin sempit disertai juga perubahan
iklim yang tidak lagi teratur. PBB menyebutkan kekacauan pangan dimasa datang
ini sebagai silent Tsunami, karena seperti diungkapkan Presiden Bank
Dunia, Robert B. Zoellick, jika negara tidak mampu mengatasi permasalahan pangan
ini secara tepat dipastikan akan ada lebih dari 100 juta orang jatuh kedalam
kelaparan.
Peran teknologi tidak bisa dialihkan dititik ini. Negara
dan semua elemen pendukungnya harus mulai memikirkan teknologi tepat untuk
menanggulangi krisis yang akan terjadi dimasa depan ini. Pertumbuhan penduduk
dunia yang semakin meningkat menimbulkan konsekuensi keutuhan lahan perumahan
dan industri yang juga meningkat, hal ini berpotensi besar menggusur posisi
lahan pertanian dunia. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah teknologi rekayasa
yang dapat menyesuaikan diri dengan wajah dunia puluhan tahun atau ratusan
tahun mendatang. Teknologi pengadaan pangan alternatif mutlak perlu dipikirkan
dan diteliti mulai saat ini agar kita tidak terjebak dalam arus krisis pangan
nantinya.
Salah satu teknologi dunia
yang kini sedang berkembang dengan cepat
adalah aplikasi teknologi nano yang mulai diteliti untuk dapat dikembangkan
disegala bidang, tak terkecuali pangan. Nanoteknologi adalah sebuah temuan
terbaru yang akan ‘memecah’ sementara hukum materi yang ada sekarang ini. Bahwa
teknologi nano bisa memecah sebuah partikel menjadi ukurang terkecilnya yakni
nano meter hingga mengubah secara signifikan sifat dan karakteristik bahan
tersebut, menjadi sesuatu yang tidak terbantahkan. Teknologi nano membuka mata
dunia bahwa semua partikel yang ada dimuka bumi ini ternyata bisa kita
otak-atik untuk diatur komposisi partikelnya menjadi bentuk dan karakter fisik
zat seperti yang kita inginkan.
Bidang pangan juga menjadi salah satu materi yang bisa
disentuh dengan teknologi nano ini. Perkembangan nano untuk pangan bisa
dikembangkan ke arah yang lebih komprehensif, menciptakan sebuah ‘pangan
cerdas’ yang mengandung semua komponen nutrisi yang dibutuhkan manusia
Indonesia. Dalam hal ini bisa jadi teknologi nano akan dapat mengubah sepiring
nasi hanya menjadi sebesar kotak coklat berukuran 15x15 cm namun dengan
komponen nutrisi kompleks yang luar biasa. Pangan nano berpotensi dikembangkan
khususnya untuk pangan darurat pada kasus bencana alam dan juga pengatasan
krisis pangan berkelanjutan yang selama ini seringkali terhambat oleh jumlah
dan alur distribusi yang rumit dan sulit.
Nano Teknologi
Dunia dalam 100 tahun mendatang diprediksi akan dipenuhi oleh produk
teknologi nano. Keunggulan nano partikel telah dibuktikan saat ini dengan keberadaan
besi berukuran nano yang mempunyai kelenturan dan kekuatan yang jauh lebih
besar dari lembaran besi dengan ukuran partikel makro. Nanoscience memungkinkan pada manusia untuk merekayasa sendiri
komponen materi yang diinginkannya hingga merangkai sebuah materi baru dari
komponen yang telah ada di alam. Nanoscience merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan materi yang berukuran 0,1 nm
sampai 100 nm. Sedangkan nano
teknologi merupakan teknologi yang berusaha mengembangkan dan memanfaatkan
semua yang sudah dipelajari dalam nano science.
Para ahli kimia mempelajari bagaimana membuat molekul-molekul
baru, dengan hanya memutuskan ikatan antara
molekul yang satu dengan yang lain dan membentuk
ikatan baru untuk membentuk molekul baru. Proses inilah yang disebut
reaksi kimia. Karena elektron bertanggung jawab pada terbentuknya ikatan,
dan reaksi kimia hanya merupakan proses pemutusan dan penyambungan ikatan,
maka elektronlah yang menentukan sifat kimia suatu atom atau molekul. Keberadaan elektron (energi ikatnya) dipakai untuk
menentukan jenis ikatan dalam molekul dan sekaligus mengenal jenis senyawa
kimia tertentu, karena keberadaan (energi ikat) elektron sebuah atom tergantung
pada dengan atom apa dia berikatan.
Nanoteknologi berkecimpung mulai dari penggabungan atom atau ion menjadi
molekul untuk membentuk struktur dalam orde nanometer yang berguna untuk
menghasilkan barang-barang dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja nanoteknologi
melakukan juga proses-proses seperti reaksi kimia untuk membentuk
zat cair atau padat seperti keramik, polimer, dan logam yang diatur (dimanipulasi)
sedemikian rupa sehingga menghasilkan sifat-sifat kimia atau fisika
yang baru. Sebagai contohnya, nanoteknologi
mengkombinasikan semua zat padat seperi keramik, logam dan polimer
untuk membentuk material baru yang tidak ada
di alam. Material baru ini menjadi material campuran dua atau tiga bahan
dan dinamakan komposit. Bila struktur dari bahan-bahan campuran tadi dalam
orde nanometer terbentuklah nano komposit.
Nanopangan, Solusi Pangan
Masa Depan Indonesia
Penerapan teknologi nano dalam menciptakan pangan cerdas
bisa sangat mungkin dilakukan. Penguasaan teknologi ini nantinya bahkan akan
sangat menguntungkan karena kita tidak perlu lagi hanya bergantung pada sumber
nutrisi utama yang biasanya ada pada tanaman pangan pokok seperti beras, jagung
dan lain sebagainya. Teknologi nano memungkinkan kita menggunakan rumput alang
alang untuk diolah menjadi sumber protein baru yang disintesis menggunakan nano
partikel dan digabung dengan komponen lain. Kita juga bisa menggunakan limbah
pertanian untuk menghasilkan karbohidrat kompleks dengan mengambil materi gula
sederhana yang ada pada limbah pertanian untuk kemudian ditata ulang menjadi
sebuah kompleks karbohidrat baru.
Kecerdasan teknologi ini disebabkan karena permainan
materi. Teknologi nano mengajarkan atom-atom yang terdapat dalam grafit sama persis dengan atom-atom sejenis
yang terdapat dalam berlian (diamond) yang indah. Perbedaan hanya disebabkan oleh susunan
strukturnya saja. Atom-atom dalam partikel pasir sangat mirip dengan atom-atom dalam
chip komputer yang canggih. Bahkan atom-atom penyusun air, udara, dan
partikel debu sebenarnya sama dengan atom-atom dalam sebuah kentang. Sedikit saja susunan struktur atomnya diubah, karakteristik
suatu benda bisa berubah drastis. Inilah konsep utama dalam nanoteknologi.
Indonesia bisa menggunakan
konsep nano ini untuk mengatasi krisis pangan yang amat mungkin terjadi dalam
100 tahun mendatang. Karena diperkirakan, selain jumlah penduduk Indonesia akan
mengalami peningkatan signifikan, lahan pertanian juga akan mengalami penurunan
drastis. Indonesia dituntut menggunakan teknologinya dalam mengatasi
permasalahan pangan ini, karena jika tidak maka Indonesia bisa menjadi
‘Afrikanya Asia’, dimana kelaparan akibat krisis pangan terjadi dimana mana.
Ketika dunia dan
negara-negara agraris seperti Indonesia tidak mampu lagi mempertahankan jumlah
lahan pertaniannya, karena diperkirakan akan terjadi ledakan penduduk pada
tahun tahun mendatang, konsep nano pangan ini menjadi relevan untuk diterapkan.
Indonesia bisa menjadi salah satu pioneer dalam pengadaan nano pangan ini
karena sumber daya alamnya yang melimpah. Sintesis komponen bahan pangan dapat
dilakukan tidak hanya dari tanaman pangan namun juga segala jenis tanaman
tumbuh yang tentunya dipilih sesuai komponen yang ingin disusun. Bisa jadi,
kelak manusia Indonesia tidak lagi terpaku pada makanan pakem seperti
beras, tahu tempe, singkong, kedelai dan sebagainya sebagai makanan pokok,
karena ketika kita benar-benar menghadapi perubahan wajah dunia dengan penduduk
dan iklimnya yang berubah total, kita akan sulit menemukan tanaman pangan yang
bisa diproduksi secara massal. Kita akan terbiasa makan makanan sintesis nano
yang lebih praktis yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh secara menyeluruh.
Pada waktu itu, Indonesia mungkin menjalani sebuah tahap baru : Revolusi
Pangan.
0 komentar:
Posting Komentar