Rabu, 15 Februari 2012

Nanopangan, Sebuah Ilusi Nyata Pangan Masa Depan Indonesia

Oleh Rusdah
(Mahasiswa Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, FTP, Universitas Brawijaya)


MDG’s seakan menjadi sebuah tongkat sihir bagi negara-negara berkembang untuk memacu gerak dalam memenuhi target-target yang ada didalamnya. Negara yang dulunya tidak terlalu awas terhadap isu isu sentral dunia, mendadak berbenah dengan cepat dan bersemangat untuk bersama memperbaiki keadaan negara masing-masing. MDG’s mengangkat beragam isu dan diantara yang cukup penting adalah poin pertama yang menyebutkan penanganan segera kemiskinan dan kelaparan.
            Fenomena kemiskinan, kelaparan, dan gizi buruk yang tampil secara masif dalam beberapa tahun terakhir kembali menegaskan akutnya insekuritas pangan di tingkat rumah tangga masing-masing negara. Fenomena ini diyakini akan bertambah buruk di tahun-tahun mendatang akibat terjadinya kelangkaan dan melonjaknya harga pangan. Keadaan ini didukung oleh penurunan produksi pangan akibat ketidakseimbangan antara permintaan pangan dunia dengan semakin berkurangnya jumlah lahan produksi pertanian.
Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang rawan pangan (miskin) sebesar 39,5 juta orang atau 16,58% dari total penduduk menurut data BPS, lebih kecil dibanding data yang dikeluarkan Bank Dunia yang menyebutkan angka 109 juta orang atau sekitar 49,5% dari total penduduk. Diperkirakan hampir setengah dari angka tersebut mengalami rawan pangan kritis. Permasalahan krisis pangan dimasa mendatang terutama terfokus pada menipisnya produksi pertanian akibat lahan yang semakin sempit disertai juga perubahan iklim yang tidak lagi teratur. PBB menyebutkan kekacauan pangan dimasa datang ini sebagai silent Tsunami, karena seperti diungkapkan Presiden Bank Dunia, Robert B. Zoellick, jika negara tidak mampu mengatasi permasalahan pangan ini secara tepat dipastikan akan ada lebih dari 100 juta orang jatuh kedalam kelaparan.
            Peran teknologi tidak bisa dialihkan dititik ini. Negara dan semua elemen pendukungnya harus mulai memikirkan teknologi tepat untuk menanggulangi krisis yang akan terjadi dimasa depan ini. Pertumbuhan penduduk dunia yang semakin meningkat menimbulkan konsekuensi keutuhan lahan perumahan dan industri yang juga meningkat, hal ini berpotensi besar menggusur posisi lahan pertanian dunia. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah teknologi rekayasa yang dapat menyesuaikan diri dengan wajah dunia puluhan tahun atau ratusan tahun mendatang. Teknologi pengadaan pangan alternatif mutlak perlu dipikirkan dan diteliti mulai saat ini agar kita tidak terjebak dalam arus krisis pangan nantinya.
Salah satu teknologi dunia yang kini sedang  berkembang dengan cepat adalah aplikasi teknologi nano yang mulai diteliti untuk dapat dikembangkan disegala bidang, tak terkecuali pangan. Nanoteknologi adalah sebuah temuan terbaru yang akan ‘memecah’ sementara hukum materi yang ada sekarang ini. Bahwa teknologi nano bisa memecah sebuah partikel menjadi ukurang terkecilnya yakni nano meter hingga mengubah secara signifikan sifat dan karakteristik bahan tersebut, menjadi sesuatu yang tidak terbantahkan. Teknologi nano membuka mata dunia bahwa semua partikel yang ada dimuka bumi ini ternyata bisa kita otak-atik untuk diatur komposisi partikelnya menjadi bentuk dan karakter fisik zat seperti yang kita inginkan.
            Bidang pangan juga menjadi salah satu materi yang bisa disentuh dengan teknologi nano ini. Perkembangan nano untuk pangan bisa dikembangkan ke arah yang lebih komprehensif, menciptakan sebuah ‘pangan cerdas’ yang mengandung semua komponen nutrisi yang dibutuhkan manusia Indonesia. Dalam hal ini bisa jadi teknologi nano akan dapat mengubah sepiring nasi hanya menjadi sebesar kotak coklat berukuran 15x15 cm namun dengan komponen nutrisi kompleks yang luar biasa. Pangan nano berpotensi dikembangkan khususnya untuk pangan darurat pada kasus bencana alam dan juga pengatasan krisis pangan berkelanjutan yang selama ini seringkali terhambat oleh jumlah dan alur distribusi yang rumit dan sulit.
Nano Teknologi
Dunia dalam 100 tahun mendatang diprediksi akan dipenuhi oleh produk teknologi nano. Keunggulan nano partikel telah dibuktikan saat ini dengan keberadaan besi berukuran nano yang mempunyai kelenturan dan kekuatan yang jauh lebih besar dari lembaran besi dengan ukuran partikel makro. Nanoscience memungkinkan pada manusia untuk merekayasa sendiri komponen materi yang diinginkannya hingga merangkai sebuah materi baru dari komponen yang telah ada di alam. Nanoscience merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan materi yang berukuran 0,1 nm sampai 100 nm. Sedangkan nano teknologi merupakan teknologi yang berusaha mengembangkan dan memanfaatkan semua yang sudah dipelajari dalam nano science.
Para ahli kimia mempelajari bagaimana membuat molekul-molekul baru, dengan hanya memutuskan ikatan antara molekul yang satu dengan yang lain dan membentuk ikatan baru untuk membentuk molekul baru. Proses inilah yang disebut reaksi kimia. Karena elektron bertanggung jawab pada terbentuknya ikatan, dan reaksi kimia hanya merupakan proses pemutusan dan penyambungan ikatan, maka elektronlah yang menentukan sifat kimia suatu atom atau molekul. Keberadaan elektron (energi ikatnya) dipakai untuk menentukan jenis ikatan dalam molekul dan sekaligus mengenal jenis senyawa kimia tertentu, karena keberadaan (energi ikat) elektron sebuah atom tergantung pada dengan atom apa dia berikatan.
Nanoteknologi berkecimpung mulai dari penggabungan atom atau ion menjadi molekul untuk membentuk struktur dalam orde nanometer yang berguna untuk menghasilkan barang-barang dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja nanoteknologi melakukan juga proses-proses seperti reaksi kimia untuk membentuk zat cair atau padat seperti keramik, polimer, dan logam yang diatur (dimanipulasi) sedemikian rupa sehingga menghasilkan sifat-sifat kimia atau fisika yang baru. Sebagai contohnya, nanoteknologi mengkombinasikan semua zat padat seperi keramik, logam dan polimer untuk membentuk material baru yang tidak ada di alam. Material baru ini menjadi material campuran dua atau tiga bahan dan dinamakan komposit. Bila struktur dari bahan-bahan campuran tadi dalam orde nanometer terbentuklah nano komposit.

Nanopangan, Solusi Pangan Masa Depan Indonesia
            Penerapan teknologi nano dalam menciptakan pangan cerdas bisa sangat mungkin dilakukan. Penguasaan teknologi ini nantinya bahkan akan sangat menguntungkan karena kita tidak perlu lagi hanya bergantung pada sumber nutrisi utama yang biasanya ada pada tanaman pangan pokok seperti beras, jagung dan lain sebagainya. Teknologi nano memungkinkan kita menggunakan rumput alang alang untuk diolah menjadi sumber protein baru yang disintesis menggunakan nano partikel dan digabung dengan komponen lain. Kita juga bisa menggunakan limbah pertanian untuk menghasilkan karbohidrat kompleks dengan mengambil materi gula sederhana yang ada pada limbah pertanian untuk kemudian ditata ulang menjadi sebuah kompleks karbohidrat baru.
            Kecerdasan teknologi ini disebabkan karena permainan materi. Teknologi nano mengajarkan  atom-atom yang terdapat dalam grafit sama persis dengan atom-atom sejenis yang terdapat dalam berlian (diamond) yang indah. Perbedaan hanya disebabkan oleh susunan strukturnya saja. Atom-atom dalam partikel pasir sangat mirip dengan atom-atom dalam chip komputer yang canggih. Bahkan atom-atom penyusun air, udara, dan partikel debu sebenarnya sama dengan atom-atom dalam sebuah kentang. Sedikit saja susunan struktur atomnya diubah, karakteristik suatu benda bisa berubah drastis. Inilah konsep utama dalam nanoteknologi.
            Indonesia bisa menggunakan konsep nano ini untuk mengatasi krisis pangan yang amat mungkin terjadi dalam 100 tahun mendatang. Karena diperkirakan, selain jumlah penduduk Indonesia akan mengalami peningkatan signifikan, lahan pertanian juga akan mengalami penurunan drastis. Indonesia dituntut menggunakan teknologinya dalam mengatasi permasalahan pangan ini, karena jika tidak maka Indonesia bisa menjadi ‘Afrikanya Asia’, dimana kelaparan akibat krisis pangan terjadi dimana mana.
            Ketika dunia dan negara-negara agraris seperti Indonesia tidak mampu lagi mempertahankan jumlah lahan pertaniannya, karena diperkirakan akan terjadi ledakan penduduk pada tahun tahun mendatang, konsep nano pangan ini menjadi relevan untuk diterapkan. Indonesia bisa menjadi salah satu pioneer dalam pengadaan nano pangan ini karena sumber daya alamnya yang melimpah. Sintesis komponen bahan pangan dapat dilakukan tidak hanya dari tanaman pangan namun juga segala jenis tanaman tumbuh yang tentunya dipilih sesuai komponen yang ingin disusun. Bisa jadi, kelak manusia Indonesia tidak lagi terpaku pada makanan pakem seperti beras, tahu tempe, singkong, kedelai dan sebagainya sebagai makanan pokok, karena ketika kita benar-benar menghadapi perubahan wajah dunia dengan penduduk dan iklimnya yang berubah total, kita akan sulit menemukan tanaman pangan yang bisa diproduksi secara massal. Kita akan terbiasa makan makanan sintesis nano yang lebih praktis yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh secara menyeluruh. Pada waktu itu, Indonesia mungkin menjalani sebuah tahap baru : Revolusi Pangan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution