Rabu, 15 Februari 2012

PENANAMAN JIWA NASIONALISME DAN KEPAHLAWANAN MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS SEJARAH KEARIFAN BUDAYA LOKAL “Pil kuat untuk pemuda generasi penerus bangsa dalam memperkokoh dan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia”



Oleh Kiswanto
(Jurusan Fisika Universitas Negeri Semarang)


“Beri aku 1000 orang, dan dengan mereka aku akan menggerakkan gunung semeru. Beri aku 10 pemuda yang membara cintanya kepada tanah air(berkarakter), dan aku akan mengguncang dunia”(Soekarno)

Kutipan diatas merupakan sebuah kalimat yang menurut saya sangat sederhana tetapi memiliki arti yang sangat mendalam, sebuah ekspresi dari bapak bangsa  yang sangat luar biasa tentang peranan seorang pemuda. Dalam kalimat tersebut jelas bahwa seorang soekarno pun mempunyai gambaran yang begitu kuat tentang peran seorang pemuda dalam hal pembangunan bangsa, pemuda merupakan pioner dari masa depan suatu bangsa supaya tetap berdiri. Keberlangsungan dan eksistensi dari suatu bangsa bergantung pada kuat atau tidaknya pemuda yang akan menjadi pilar dan menjadi tulang punggung suatu negara. Apabila sebuah negara generasinya rusak, maka dapat diramalkan kapan negara tersebut akan segera runtuh.
”Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau dan mampu menghargai sejarah perjuangan para pendahulunya”. Dalam konteks ini, sudahkan kita sebagai bangsa yang besar? Benarkah kita sebagai bangsa sudah sangat perhatian dan menghargai para pahlawan pejuang bangsa yang telah  mengorbankan jiwa dan raganya untuk kepentingan tanah air, masyarakat dan Negara Indonesia?  Dengan pertanyaan-pertanyaan ini kitapun menjadi ragu dan termangu, apakah kita sudah termasuk bangsa yang menghargai sejarah perjuangan para pahlawan kita sendiri, mengingat di antara kita banyak yang tidak memahami sejarah perjuangan bangsa.
Nasionalisme merupakan suatu konsep penting yang harus tetap dipertahankan untuk menjaga agar suatu bangsa tetap berdiri dengan kokoh dalam kerangka sejarah pendahulunya, dengan semangat nasionalisme yang tinggi maka eksistensi suatu negara akan selalu terjaga dari segala ancaman, baik ancaman secara internal maupun eksetrnal. Salah satu upaya terbaik yang harus ditempuh untuk menanamkan jiwa nasionalisme tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai sejarah melalui pembelajaran sejarah disekolah. Namun, yang menjadi ironi saat ini adalah mata pelajaran sejarah di sekolah menjadi mata pelajaran yang kurang diminati oleh siswa dikarenakan oleh metode pembelajaran yang kurang variatif dan masih minimnya sumber dan media pembelajaran (Sardiman,AM: 2005), hal inilah yang menjadi bahan pertimbangan oleh kita semua untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pembelajaran sejarah akan lebih bernilai dan tepat sasaran bila dikemas dalam kegiatan yang unik dan menarik. Sejarah akan menggugah setiap jiwa jika dalam penyampaiannya dapat membawa seseorang terbawa oleh alur cerita yang mengalir, dan akhirnya membawa orang tersebut seakan-akan hidup pada dunia yang belum pernah dia alami sebelumnya.
Generasi muda adalah salah satu aset Indonesia pada masa mendatang. Bangsa ini harus mampu menempatkan remaja-remajanya saat ini menjadi pemimpin-pemimpin bangsa di masa mendatang. Tentu saja harus ada upaya-upaya untuk menanamkan sebuah ciri khas budaya bangsa ini untuk membedakannya dengan orang dari negeri lain. Selain itu adanya budaya lokal yang melekat pada diri pemuda-pemuda Indonesia akan mampu memperkuat jati  diri dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia yang kaya budaya tidak memiliki kepercayaan diri terhadap kebudayaan lokalnya, bahkan memilih melebur dengan budaya global. Hal ini menyebabkan Indonesia makin kehilangan jati dirinya sehingga hanya menjadi kumpulan orang-orang yang tak lagi memiliki akar kebudayaan lokal. Padahal Indonesia memiliki kearifan lokal dan nilai-nilai khas yang dapat dijadikan dasar pijakan untuk hidup bernegara. Indonesia dengan kebhinekaan dan kebesaran nusantaranya kini kesulitan menghadapi gejolak-gejolak yang terjadi di masyarakat. Indonesia ibarat tidak memiliki landasan nilai-nilai kearifan lokal untuk menyelesaikan berbagai problema. Indikator yang dapat terlihat dari uraian tersebut adalah pemuda sekarang ini seakan-akan terombang-ambing oleh arus globalisasi dan cenderung melupakan nilai luhur kebudayaan bangsa.

Berangkat dari latar belakang tersebut penulis berusaha untk memberikan sebuah solusi dalam rangka memperbaiki dan mempertahankan bangsa ini, karena 100 tahun yang akan datang pasti akan banyak sekali tantangan-tantangan yang akan bangsa indonesia hadapi. Untuk menghadapi itu semua, pemuda yang menjadi ujung tombak dari estafet perjuangan bangsa ini harus memiliki tameng yang kokoh, salah satunya adalah jiwa dan semangat nasionalisme yang tinggi,.

Kebudayaan Indonesia yang plurar, cara hidup yang beragam, dan latar belakang budaya yang berbeda-beda merupakan salah satu unsur yang dapat dijadikan indikator bahwa negeri ini sangat kaya akan nilai budayanya. Faktor ini telah menjadi kekuatan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk tetap bersatu dan melawan berbagai jenis penindasan. Atas dasar inilah penulis mencoba untuk mengeksplorasi kekayaan budaya Indonesia untuk menanamkan jiwa nasionalisme yang kuat.

NASIONALISME SAAT INI
Kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini ternyata belum seperti yang dicita-citakan. Peristiwa politik tahun 1998 yang telah mengakhiri kekuasaan Orde Baru dengan berbagai euforianya ternyata menyisakan luka mendalam di berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Berbagai bentuk pelanggaran masih terus terjadi. Tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM, perilaku amoral dan runtuhnya budi pekerti luhur, anarkisme dan ketidaksabaran, ketidakjujuran, rentannya kemandirian dan jati diri bangsa, terus menghiasai kehidupan bangsa kita. Semangat kebangsaan, jiwa kepahlawanan, rela berkorban, saling bergotong royong  di kalangan masyarakat kita mulai menurun. Kita seperti telah kehilangan karakter yang selama beratus-ratus tahun bahkan berabad-abad kita bangun. Salah satu fakta menarik yang menjadi bukti kuat adalah peristiwa di Aceh dimana bendera  Merah Putih diturunkan orang-orang tidak dikenal, malahan ada yang dibakar sehingga mengundang keprihatinan bagi kita semua(Redaksi Harian Berita Sore: 2007).
Hal tersebut tidak akan terjadi jika pemuda dan masyarakat saat ini tahu tentang sejarah dan mau mencontoh para pendiri negara kita tempo dulu,  ’’the founding fathers’’  termasuk Bung Karno dan Bung Hatta yang memproklamirkan Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 yang merupakan anugerah bagi bangsa Indonesia dan diakui bangsa-bangsa di dunia. Hal ironis seperti itu juga tidak akan terjadi jika kita ingat para pejuang Indonesia yang berdarah-darah dan mengorbankan jiwa dan raga merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda dan Jepang hingga negeri ini berdiri tegak dan kokoh sekarang ini, disinilah fungsi sejarah sebagai penguat jiwa nasionalis muncul ditengah lunturnya paham tersebut saat ini.

PENDIDIKAN SEJARAH BERBASIS KEARIFAN BUDAYA LOKAL

Pada pembahasan ini hal menarik yang akan saya utarakan adalah mengenai bagaimana kita mempelajari kebesaran bangsa indonesia melalui sebuah kegiatan yang menarik dan bermanfaat bagi berbagai pihak, dalam hal ini proses belajar dan  eksplorasi nilai sejarah dikemas dalam kegiatan belajar interaktif berdasarkan latar belakang dan nilai sejarah. Media yang digunakan dalam penanaman benih nasionalisme disini adalah sejarah lokal suatu daerah yang berkaitan dengan nilai perjuangan, kita tahu bahwa indonesia memiliki kekayaan yang sangat luar biasa banyaknya, salah satu diantarannya adalah budaya yang sangat beragam. Maka dari hal ini, selain kita berorientasi pada penemuan fakta sejarah secara mandiri, kearifan budaya lokal juga harus kita ketahui, karena inilah yang akan menjadi nilai lebih dalam penyampaiannya, dengan mengusung nilai sejarah lokal sudah barang tentu mereka akan lebih antusias dalam memperhatikan dan memahami apa yang kita sampaikan.
Metode ini pernah penulis aplikasikan dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang dimotori oleh ILP2MI( Ikatan Lembaga Penelitian dan Penalaran Mahasiswa Indonesia) di wilayah suku tengger, tepatnya di desa Ranupani, di daerah tersebut masyarakatnya masih terkesan awam dan tertinggal. Awalnya tim mengalami kesulitan dalam mencari metode yang tepat sebagai media untuk mendekatkan diri kepada warga dan khususnya anak-anak di Ranupani dalam melakukan kegiatan pengabdian masyarakat, tepatnya pada agenda mahasiswa mengajar, akhirnya saya putuskan untuk menggunakan metode yang berhubungan dengan kearifan budaya lokal sebagai bumbu dalam menanamkan jiwa nasionalisme lewat cerita dan film. Disini kita harus sadar bahwa karakter suatu masyarakat atau bangsa sangat dipengaruhi atau ditentukan oleh perjalanan panjang dari masyarakat tersebut dalam proses pembentukannya, pada permasalahan inilah sejarah mulai bicara.
Bangsa Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, dari timor hingga talaut, dimanapun kita berada, kita memiliki sejarah yang sama, mengalami dan melewati sejarah bangsa indonesia. Oleh karena itu, mempelajari dan memahami sejarah bangsa, bagi kita sangat penting artinya, dengan memahami sejarah bangsa kita akan tahu tentang apa yang dilakukan oleh para leluhur kita dimasa yang lampau, apa kelebihan dan kekurangan kita sebagai bangsa. Memahami sejarah bangsa berarti kita akan faham siapa diri kita. Itulah sedikit kutipan yang disampaikan penulis saat membuka pelajaran di kelas 6.
Selanjutnya, siswa dibawa penulis ke tepian danau didekat SD ranupani untuk membawa mereka lebih berimajinasi tentang apa yang disampaikan penulis. Disinilah kreatifitas seorang pendidik dituntut dalam proses penyampaian, bagaimana mengemas suatu sejarah yang dikaitkan dengan budaya lokal sehingga menjadi suatu pengalaman yang menarik dan sulit dilupakan, dan sejatinya mudah, yaitu dengan cara sedikit mendongeng, bukan menghafalkan seperti pelajaran formal yang sering kita dapat di dalam kelas dengan guru yang kaku dan cenderung statis. Bukankah sejarah yang disampaikan seperti cerita dalam dongeng “kancil binatang yang cerdas” lebih di ingat seorang pemuda sampai dewasa daripada seorang guru yang mengajar dikelas kemudian menyuruh siswanya komat-kamit menghafalkan tanggal peristiwa-peristiwa dalam PD II.
Sekilas tentang sejarah bangsa dalam kaitannya dengan masyarakta tengger Gunung Bromo/Semeru ( senjata ampuh yang penulis gunakan dalam mengajarkan nilai nasionalisme kepada siswa SD Ranupani kelas 6, hal ini sangat tepat karena kasta pendidikan tertinggi disana adalah lulusan SD)
Dilihat dari fakta sejarah dan catatan-catatan atau naskah-naskah baik dari alam negeri maupun dari luar negeri, seperti: prasasti-prasasti, relief-relief di percandian, buku-buku kuno(Pararaton, Negarakertagama, Tantu Pagelaran, Surat kanda, Darma gandhul, Serat-serat panji, juga catatan-catatan kuno dari cina, eropa, dll). Menggambarkan bahwa kita adalah bangsa yang besar, maju, makmur dan cerdas serta berperadaban tinggi sejak berabad-abad yang lampau, bahkan sebelum masehi. Pangan, sandang, dan papan berlimpah, rumah yang megah, jalan yang sudah teratur, tata pedesaan dan perkotaan yang tertib, pemerintahan yang bersih dan berwibawa, sistem pendidikan yang berjenjang( khususnya dalam hal keagamaan), petani yang militan, pedagang yang handal, dsb. Peristiwa tersebut berlangsung selama ratusan tahun, sampai terbentuknya kerajaan mataram 1, Syailendra, sriwijaya, Medang Kamulan, kahuripan, Sima, Daha-Jenggala, Singosari, Majapahit, dan berlangsung sampai hancurnya majapahit. Latar belakang tersebutlah yang membuat bangsa lain iri dan berusaha untuk memiliki. Kemakmuran dan kebesaran kita waktu itu telah diketahui bangsa-bangsa eropa, lewat petualang-petualng ulung antara lain: Marco polo, Giopani de plano Carpini, Willem van reysbroek immago mundi, yang pada abad ke 12 tersesat ke kerajaan singosari. Berita tentang kerajaan surga ini disebarkan keseluruh eropa, yang akhirnya pada abad 14,15, dan 16, pemerintah – pemerintah negara eropa mengirimkan petualang-petualang seperti: Columbus, Vasco da Gama, Magelhaens, Verrazano, Francois Drake, Pero fernandes, James Cook, dll, dengan proyek HINDIAnya berlayar menuju dunia timur. Setibanya diselat malaka mereka baru sadar ternyata negara surga dunia itu merupakan negara yang kuat dan tidak mudah ditaklukkan, bahkan spanyol dan portugis mengatakan: “Dua negara tidak mampu mengalahkan Majapahit”. Maka bergabunglah beberapa negara eropa untuk menggempur majapahit. Majapahit melakukan perlawanan selama 200 tahun, terakhir trunojoyo dan suropati angkat senjata, namun pasukan mereka hampir separuhnya terbunuh, mulia saat itulah bangsa ini terjajah. Dengan cerita seperti ini benih nasionalisme sedikit sudah tertanam dalam diri mereka, indikatornya adalah pada awal pertemuan dimulai saat mereka ditanya mengenai cita-cita, mereka sebagian besar menjawab sebagai petani(karena sebagian besar masyarat bermata pencaharian sebagai petani),namun saat pertemuan kedua pikiran merekan ter-sett dalam cita-cita yang bervariasi, ada yang tentara, dokter, pemain sepak bola nasional, dll.
Sejarah tentang budaya lokal 
Pada penjabaran kali ini hal yang diungkapkan untuk menaikkan semangat nasionalisme anak-anak tengger adalah fakta-fakta menarik terkait budaya setempat, antara lain:
1.        Sejak ditanah air ini ada pemerintahan, kawasan Tengger Gunung Bromo, dianggap sebagai tanah suci dan dijadikan pusat peribadatan( sesuai dengan prasasti-prasasti yang ditemukan didesa wonokirti/penanjakan berangka tahun 851 saka/ 929 M dan berangka tahun 1327 saka/1407 M). Banyak raja majapahit yang berkunjung ke daerah tersebut. Bahkan, pendiri kerajaan Singosari Sri Rangga Rajasa Bathara Sang Amurwabumi( Ken Arok) berasal dari kawasan tengger.
2.        Pada saat perang antara Majapahit dengan kaum penjajah, kawasan tengger sering dijadikan basis/garis pertahanan terakhir dan tempat berlindung para pejuang Majapahit. Oleh karena itu sampai abad ke 7 orang – orang tengger selain merasa sebagai orang Majapahit, juga mengaku sebagai pengikut Suropati. Baru pada tahun 1720 M dan akhirnya pada tahun 1764 tokoh tengger berhasil terbunuh. Namun, anggota pasukan yang lain tidak mau menyerah dan bersembunyi, disebabkan hal inilah para peneliti mengatakan bahwa selamanya kawasan tengger  tidak pernah terjajah.
3.        Srategi penjajah dirubah, para pejuang dikawasan tengger ternyata masih ada, setiap diserang mereka tidak menyerang tetapi juga tidak menyerah, mereka bersembunyi. Setiap Belanda mengirimkan intelejen kekawasan tersebut, para intel menemukan mereka masih utuh. Akhirnya kompeni memakai strategi lain. Pasukan kompeni melakukan pengepungan  di bagian lereng atas dan tengah. Saat itulah terjadi pengisolasian yang sempurna, masyarakat tengger diembargo, bahkan berlaku status “bunuh setiap orang tengger yang turun”. Kejadian semacam ini berlangsung hingga abad ke 19(± 200 tahun) atau empat generasi. Faktor inilah yang menyebabkan regenerasi secara ideologis tidak terjadi, yang ada hanya regenerasi secara fisik(Gatot Hartoyo, tokoh suku tengger: 2011).
4.        Generasi ke 4 (tahun 1900), masyarakat tengger sudah tidak mengerti lagi apa itu PERJUANGAN. Belanda dengan enaknya berkebun disekitar pemukiman masyarakat tengger, sehingga masyarakat tengger sampai tahun 1970 praktis belum tersentuh program pembangunan pemerintah. Jadi kalau kita hitung, 252 tahun diliputi suasana perang yang mencekam, 136 tahun dijadikan sasaran tembak utama dan buron dari pihak belanda, 70 tahun hidup tanpa arah dan bimbingan dari siapapun. Namun, mereka masih memegang teguh ajaran leluhurnya, sehinggaa bayangan-bayangan majapahit masih kelihatan(benang merah tidak terputus total).
Pelajaran tersebutlah yang akhirnya membuat mereka tergugah untuk lebih semangat dalam belajar (tentunya setelah penulis menyampaikan dengan nada yang menggebu-gebu), membuat mereka mengerti makna sebuah perjuangan para leluhur mereka yang dapat mereka amati dari peninggalan sejarah yang belum tentu orang tua mereka ketahui dan memahami arti nasionalisme secara umum walaupun mereka tidak hafal angka tahu yang saya ceritakan.

MEMBANGUN NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN

Pembelajaran sejarah akan mengembangkan aktivitas peserta didik untuk melakukan telaah berbagai peristiwa, untuk kemudian dipahami dan diinternalisasikan kepada dirinya sehingga melahirkan contoh  untuk bersikap dan bertindak. Dari sekian peristiwa itu antara lain pula, ada pesan-pesan yang terkait dengan nilai nilai kepahlawanan seperti  keteladanan, rela berkorban, cinta tanah air, kebersamaan, kemerdekaan, kesetaraan, nasionalisme dan patriotisme (Kabul Budiyono: 2007).
             Di dalam pelajaran sejarah banyak pokok bahasan atau topik-topik yang mengandung nilai-nilai kesejarahan tersebut. Misalnya ketika sedang membahas periode  penjajahan, sangat tepat untuk mengaktualisasikan kembali nilai-nilai jati diri dan hak-hak individu atau hak-hak asasi manusia, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme. Bagaimana perlawanan yang dilancarkan oleh Sultan Agung, oleh Pangeran Diponegara, oleh Cut Nyak Dhien. Tokoh-tokoh ini berjuang tanpa pamrih demi kebebasan tanah tumpah darahnya, demi membela rakyat yang menderita akibat kekejaman kaum penjajah. Harta, jiwa dan raga dipertaruhkan demi tegaknya harga diri dan kedaulatan sebagai bangsa. Berbagai bentuk perjuangan ini  secara dikotomis dapat  diaktualisasikan dalam  nilai-nilai kemerdekaan.
            Pembahasan topik-topik yang berkenaan dengan periode pergerakan nasional, guru perlu menekankan nilai-nilai nasionalisme, persatuan dan kesatuan di antara pluralisme atau keanekaragaman, toleransi dan saling menghargai. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan golongan. Kalau sudah demikian maka dengan didorongkan oleh keinginan luhur yakni cita-cita ingin merdeka, maka terwujudlah persatuan dan kebersamaan. Usaha untuk mewujudkan persatuan ini berhasil dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda yang menyatakan satu tanah air, satu bangsa: Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan yakni Bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda menjadi simbol kebersamaan dalam keanekaragaman dan sekaligus memberikan semangat untuk menggalang persatuan demi terwujudnya cita-cita kemerdekaan. Sumpah Pemuda adalah wujud nyata dari silaturakhim nasional, “dan barang siapa yang mau menghidup-hidupkan silaturakhim maka akan dipanjangkan usianya dan diluaskan rezekinya.” Inilah konsep nasionalisme yang dibimbing oleh nilai-nilai moral, nilai-nilai keagaaman yang oleh Toynbee dikatakan sebagai nasionalisme yang dibimbing oleh nilai-nilai universal agama-agama atas (higher religions) (A. Syafii Maarif: 1989).  Nasionalisme yang tidak dibimbing oleh nilai-nilai moral keagamaan, dapat terjebak pada dua kecenderungan. Pertama, nasionalisme yang sekuler, ekstrim berlebihan yang dapat melahirkan chauvinisme. Bentuk nasionalisme inilah yang dikritik oleh Toynbee, karena telah menyebabkan berkobarnya  PD II yang menghancukan peradaban manusia. Kedua, nasionalisme yang lemah sehingga menjadikan pendukungnya tidak memiliki kebanggaan nasional dan jati diri bangsa.
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih kepada organisasi yang menyelenggarakan lomba essay ini. Ini merupakan kesempatan saya untuk dapat menyumbangkan ide dalam usaha menjawab solusi tentang hal-hal yang akan mungkin akan terjadi pada Indonesia 100 tahun yang akan datang, agar wajah bangsa ini bisa tetap tersenyum dengan bangga. Bagi saya, siapa yang akan menang atau kalah adalah tidak penting. Semua peserta yang ikut dalam lomba ini adalah pemenang. Perhatian, pemikiran dan kepedulian mereka tidak terhitung nilainya. Kehidupan yang lebih baik dan bersahabat yang terajut dalam persatuan bangsa merupakan agenda kita sebagai generasi penerus, yang peduli terhadap perkembangan bangsa ini kedepannya, kritikan dan celotehan kita merupakan bukti bahwa pemuda  sebagai fungsi kontrol masih tetap hidup ditengah carut marut masalah  kehidupan berbangsa dan bernegara disekitar kita.[end]

“Ada tiga hal yang tidak dapat ditarik kembali, yaitu:
Pertama, kata – kata yang telah diucapkan;
Kedua, waktu yang telah lewat;
Ketiga, kesempatan yang disia – siakan ;
Oleh karenanya yang utama bagi kita bukanlah memandang samar – samar ditempat jauh, tetapi berbuat jelas dihadapan kita.”

3 komentar:

Sholihin Nur mengatakan...

Terimakasih artikel yang snagat bagus, sangat bermanfaat untuk referensi skripsi yang sedang saya kerjakan.

Unknown mengatakan...

Ya itu yang seharusnya ditonjolkan untuk semua pemuda semangat nasionalisme. Sekarang ini sbg pemuda kita jgn hanya ingin mendapatkan sesuatu dari hasil usaha karenaerjuangan pendahulu saja tdk mengharapkan hal seperyi itu melaikan memperoleh kemerdekaan itu yg seharusnya kita tekankan dn selalu memperjuangkan tanah air kita ini.

Unknown mengatakan...

Ya itu yang seharusnya ditonjolkan untuk semua pemuda semangat nasionalisme. Sekarang ini sbg pemuda kita jgn hanya ingin mendapatkan sesuatu dari hasil usaha karenaerjuangan pendahulu saja tdk mengharapkan hal seperyi itu melaikan memperoleh kemerdekaan itu yg seharusnya kita tekankan dn selalu memperjuangkan tanah air kita ini.

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution