Oleh Kiswanto
(Jurusan Fisika Universitas
Negeri Semarang)
“Beri aku 1000 orang, dan dengan
mereka aku akan menggerakkan gunung semeru. Beri aku 10 pemuda yang membara
cintanya kepada tanah air(berkarakter), dan aku akan mengguncang dunia”(Soekarno)
Kutipan
diatas merupakan sebuah kalimat yang menurut saya sangat sederhana tetapi
memiliki arti yang sangat mendalam, sebuah ekspresi dari bapak bangsa yang sangat luar biasa tentang peranan seorang
pemuda. Dalam kalimat tersebut jelas bahwa seorang soekarno pun mempunyai
gambaran yang begitu kuat tentang peran seorang pemuda dalam hal pembangunan
bangsa, pemuda merupakan pioner dari masa depan suatu bangsa supaya tetap
berdiri. Keberlangsungan dan eksistensi dari suatu bangsa bergantung pada kuat
atau tidaknya pemuda yang akan menjadi pilar dan menjadi tulang punggung suatu negara.
Apabila sebuah negara generasinya rusak, maka dapat diramalkan kapan negara
tersebut akan segera runtuh.
”Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau dan mampu
menghargai sejarah perjuangan para pendahulunya”. Dalam konteks ini, sudahkan
kita sebagai bangsa yang besar? Benarkah kita sebagai bangsa sudah sangat
perhatian dan menghargai para pahlawan pejuang bangsa yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk
kepentingan tanah air, masyarakat dan Negara Indonesia? Dengan pertanyaan-pertanyaan ini kitapun
menjadi ragu dan termangu, apakah kita sudah termasuk bangsa yang menghargai
sejarah perjuangan para pahlawan kita sendiri, mengingat di antara kita banyak
yang tidak memahami sejarah perjuangan bangsa.
Nasionalisme
merupakan suatu konsep penting yang harus tetap dipertahankan untuk menjaga
agar suatu bangsa tetap berdiri dengan kokoh dalam kerangka sejarah
pendahulunya, dengan semangat nasionalisme yang tinggi maka eksistensi suatu negara
akan selalu terjaga dari segala ancaman, baik ancaman secara internal maupun
eksetrnal. Salah satu upaya terbaik yang harus ditempuh untuk menanamkan jiwa
nasionalisme tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai sejarah
melalui pembelajaran sejarah disekolah. Namun, yang menjadi ironi saat ini adalah
mata pelajaran sejarah di sekolah menjadi mata pelajaran yang kurang diminati
oleh siswa dikarenakan oleh metode pembelajaran yang kurang variatif dan masih
minimnya sumber dan media pembelajaran (Sardiman,AM: 2005), hal inilah yang
menjadi bahan pertimbangan oleh kita semua untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Pembelajaran sejarah akan lebih bernilai dan tepat sasaran bila
dikemas dalam kegiatan yang unik dan menarik. Sejarah akan menggugah setiap
jiwa jika dalam penyampaiannya dapat membawa seseorang terbawa oleh alur cerita
yang mengalir, dan akhirnya membawa orang tersebut seakan-akan hidup pada dunia
yang belum pernah dia alami sebelumnya.
Generasi muda adalah salah satu aset Indonesia pada
masa mendatang. Bangsa ini harus mampu menempatkan remaja-remajanya saat ini
menjadi pemimpin-pemimpin bangsa di masa mendatang. Tentu saja harus ada upaya-upaya
untuk menanamkan sebuah ciri khas budaya bangsa ini untuk membedakannya dengan
orang dari negeri lain. Selain itu adanya budaya lokal yang melekat pada diri
pemuda-pemuda Indonesia akan mampu memperkuat jati diri dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia yang kaya budaya tidak memiliki
kepercayaan diri terhadap kebudayaan lokalnya, bahkan memilih melebur dengan
budaya global. Hal ini menyebabkan Indonesia makin kehilangan jati dirinya
sehingga hanya menjadi kumpulan orang-orang yang tak lagi memiliki akar
kebudayaan lokal. Padahal Indonesia memiliki kearifan lokal dan nilai-nilai
khas yang dapat dijadikan dasar pijakan untuk hidup bernegara. Indonesia dengan
kebhinekaan dan kebesaran nusantaranya kini kesulitan menghadapi gejolak-gejolak
yang terjadi di masyarakat. Indonesia ibarat tidak memiliki landasan
nilai-nilai kearifan lokal untuk menyelesaikan berbagai problema. Indikator yang
dapat terlihat dari uraian tersebut adalah pemuda sekarang ini seakan-akan
terombang-ambing oleh arus globalisasi dan cenderung melupakan nilai luhur
kebudayaan bangsa.
Berangkat dari latar belakang tersebut penulis
berusaha untk memberikan sebuah solusi dalam rangka memperbaiki dan
mempertahankan bangsa ini, karena 100 tahun yang akan datang pasti akan banyak
sekali tantangan-tantangan yang akan bangsa indonesia hadapi. Untuk menghadapi
itu semua, pemuda yang menjadi ujung tombak dari estafet perjuangan bangsa ini
harus memiliki tameng yang kokoh, salah satunya adalah jiwa dan semangat
nasionalisme yang tinggi,.
Kebudayaan
Indonesia yang plurar, cara hidup yang beragam, dan latar belakang budaya yang
berbeda-beda merupakan salah satu unsur yang dapat dijadikan indikator bahwa
negeri ini sangat kaya akan nilai budayanya. Faktor ini telah menjadi kekuatan
tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk tetap bersatu dan melawan berbagai jenis
penindasan. Atas dasar inilah penulis mencoba untuk mengeksplorasi kekayaan
budaya Indonesia untuk menanamkan jiwa nasionalisme yang kuat.
NASIONALISME SAAT INI
Kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini ternyata belum
seperti yang dicita-citakan. Peristiwa politik tahun 1998 yang telah mengakhiri
kekuasaan Orde Baru dengan berbagai euforianya ternyata menyisakan luka
mendalam di berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Berbagai bentuk pelanggaran masih terus terjadi. Tindakan kekerasan dan
pelanggaran HAM, perilaku amoral dan runtuhnya budi pekerti luhur, anarkisme
dan ketidaksabaran, ketidakjujuran, rentannya kemandirian dan jati diri bangsa,
terus menghiasai kehidupan bangsa kita. Semangat kebangsaan, jiwa kepahlawanan,
rela berkorban, saling bergotong royong
di kalangan masyarakat kita mulai menurun. Kita seperti telah kehilangan
karakter yang selama beratus-ratus tahun bahkan berabad-abad kita bangun. Salah
satu fakta menarik yang menjadi bukti kuat adalah peristiwa di Aceh dimana
bendera Merah Putih diturunkan orang-orang tidak dikenal, malahan ada
yang dibakar sehingga mengundang keprihatinan bagi kita semua(Redaksi Harian
Berita Sore: 2007).
Hal tersebut
tidak akan terjadi jika pemuda dan masyarakat saat ini tahu tentang sejarah dan
mau mencontoh para pendiri negara kita tempo dulu, ’’the founding
fathers’’ termasuk Bung Karno dan Bung Hatta yang memproklamirkan
Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 yang merupakan anugerah bagi bangsa
Indonesia dan diakui bangsa-bangsa di dunia. Hal ironis seperti itu juga tidak akan terjadi jika
kita ingat para pejuang Indonesia yang berdarah-darah dan mengorbankan jiwa dan
raga merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda dan Jepang hingga negeri
ini berdiri tegak dan kokoh sekarang ini, disinilah fungsi sejarah sebagai
penguat jiwa nasionalis muncul ditengah lunturnya paham tersebut saat ini.
PENDIDIKAN SEJARAH BERBASIS KEARIFAN BUDAYA LOKAL
Pada
pembahasan ini hal menarik yang akan saya utarakan adalah mengenai bagaimana
kita mempelajari kebesaran bangsa indonesia melalui sebuah kegiatan yang
menarik dan bermanfaat bagi berbagai pihak, dalam hal ini proses belajar
dan eksplorasi nilai sejarah dikemas
dalam kegiatan belajar interaktif berdasarkan latar belakang dan nilai sejarah.
Media yang digunakan dalam penanaman benih nasionalisme disini adalah sejarah
lokal suatu daerah yang berkaitan dengan nilai perjuangan, kita tahu bahwa
indonesia memiliki kekayaan yang sangat luar biasa banyaknya, salah satu
diantarannya adalah budaya yang sangat beragam. Maka dari hal ini, selain kita
berorientasi pada penemuan fakta sejarah secara mandiri, kearifan budaya lokal
juga harus kita ketahui, karena inilah yang akan menjadi nilai lebih dalam
penyampaiannya, dengan mengusung nilai sejarah lokal sudah barang tentu mereka
akan lebih antusias dalam memperhatikan dan memahami apa yang kita sampaikan.
Metode ini pernah penulis aplikasikan dalam kegiatan
pengabdian masyarakat yang dimotori oleh ILP2MI( Ikatan Lembaga Penelitian dan
Penalaran Mahasiswa Indonesia) di wilayah suku tengger, tepatnya di desa
Ranupani, di daerah tersebut masyarakatnya masih terkesan awam dan tertinggal.
Awalnya tim mengalami kesulitan dalam mencari metode yang tepat sebagai media
untuk mendekatkan diri kepada warga dan khususnya anak-anak di Ranupani dalam
melakukan kegiatan pengabdian masyarakat, tepatnya pada agenda mahasiswa
mengajar, akhirnya saya putuskan untuk menggunakan metode yang berhubungan
dengan kearifan budaya lokal sebagai bumbu dalam menanamkan jiwa nasionalisme
lewat cerita dan film. Disini kita harus sadar bahwa karakter suatu masyarakat
atau bangsa sangat dipengaruhi atau ditentukan oleh perjalanan panjang dari
masyarakat tersebut dalam proses pembentukannya, pada permasalahan inilah
sejarah mulai bicara.
Bangsa Indonesia yang terbentang dari sabang sampai
merauke, dari timor hingga talaut, dimanapun kita berada, kita memiliki sejarah
yang sama, mengalami dan melewati sejarah bangsa indonesia. Oleh karena itu,
mempelajari dan memahami sejarah bangsa, bagi kita sangat penting artinya,
dengan memahami sejarah bangsa kita akan tahu tentang apa yang dilakukan oleh
para leluhur kita dimasa yang lampau, apa kelebihan dan kekurangan kita sebagai
bangsa. Memahami sejarah bangsa berarti kita akan faham siapa diri kita. Itulah
sedikit kutipan yang disampaikan penulis saat membuka pelajaran di kelas 6.
Selanjutnya, siswa dibawa penulis ke tepian danau
didekat SD ranupani untuk membawa mereka lebih berimajinasi tentang apa yang
disampaikan penulis. Disinilah kreatifitas seorang pendidik dituntut dalam
proses penyampaian, bagaimana mengemas suatu sejarah yang dikaitkan dengan
budaya lokal sehingga menjadi suatu pengalaman yang menarik dan sulit
dilupakan, dan sejatinya mudah, yaitu dengan cara sedikit mendongeng, bukan
menghafalkan seperti pelajaran formal yang sering kita dapat di dalam kelas
dengan guru yang kaku dan cenderung statis. Bukankah sejarah yang disampaikan
seperti cerita dalam dongeng “kancil binatang yang cerdas” lebih di ingat
seorang pemuda sampai dewasa daripada seorang guru yang mengajar dikelas
kemudian menyuruh siswanya komat-kamit menghafalkan tanggal peristiwa-peristiwa
dalam PD II.
Sekilas tentang
sejarah bangsa dalam kaitannya dengan masyarakta tengger Gunung Bromo/Semeru (
senjata ampuh yang penulis gunakan dalam mengajarkan nilai nasionalisme kepada
siswa SD Ranupani kelas 6, hal ini sangat tepat karena kasta pendidikan
tertinggi disana adalah lulusan SD)
Dilihat dari fakta sejarah dan catatan-catatan atau
naskah-naskah baik dari alam negeri maupun dari luar negeri, seperti:
prasasti-prasasti, relief-relief di percandian, buku-buku kuno(Pararaton,
Negarakertagama, Tantu Pagelaran, Surat kanda, Darma gandhul, Serat-serat
panji, juga catatan-catatan kuno dari cina, eropa, dll). Menggambarkan bahwa
kita adalah bangsa yang besar, maju, makmur dan cerdas serta berperadaban
tinggi sejak berabad-abad yang lampau, bahkan sebelum masehi. Pangan, sandang,
dan papan berlimpah, rumah yang megah, jalan yang sudah teratur, tata pedesaan
dan perkotaan yang tertib, pemerintahan yang bersih dan berwibawa, sistem
pendidikan yang berjenjang( khususnya dalam hal keagamaan), petani yang
militan, pedagang yang handal, dsb. Peristiwa tersebut berlangsung selama ratusan
tahun, sampai terbentuknya kerajaan mataram 1, Syailendra, sriwijaya, Medang
Kamulan, kahuripan, Sima, Daha-Jenggala, Singosari, Majapahit, dan berlangsung
sampai hancurnya majapahit. Latar belakang tersebutlah yang membuat bangsa lain
iri dan berusaha untuk memiliki. Kemakmuran dan kebesaran kita waktu itu telah
diketahui bangsa-bangsa eropa, lewat petualang-petualng ulung antara lain:
Marco polo, Giopani de plano Carpini, Willem van reysbroek immago mundi, yang
pada abad ke 12 tersesat ke kerajaan singosari. Berita tentang kerajaan surga
ini disebarkan keseluruh eropa, yang akhirnya pada abad 14,15, dan 16,
pemerintah – pemerintah negara eropa mengirimkan petualang-petualang seperti:
Columbus, Vasco da Gama, Magelhaens, Verrazano, Francois Drake, Pero fernandes,
James Cook, dll, dengan proyek HINDIAnya berlayar menuju dunia timur. Setibanya
diselat malaka mereka baru sadar ternyata negara surga dunia itu merupakan
negara yang kuat dan tidak mudah ditaklukkan, bahkan spanyol dan portugis
mengatakan: “Dua negara tidak mampu mengalahkan Majapahit”. Maka bergabunglah
beberapa negara eropa untuk menggempur majapahit. Majapahit melakukan
perlawanan selama 200 tahun, terakhir trunojoyo dan suropati angkat senjata,
namun pasukan mereka hampir separuhnya terbunuh, mulia saat itulah bangsa ini
terjajah. Dengan cerita seperti ini benih nasionalisme sedikit sudah tertanam
dalam diri mereka, indikatornya adalah pada awal pertemuan dimulai saat mereka
ditanya mengenai cita-cita, mereka sebagian besar menjawab sebagai
petani(karena sebagian besar masyarat bermata pencaharian sebagai petani),namun
saat pertemuan kedua pikiran merekan ter-sett dalam cita-cita yang bervariasi,
ada yang tentara, dokter, pemain sepak bola nasional, dll.
Sejarah tentang budaya lokal
Pada
penjabaran kali ini hal yang diungkapkan untuk menaikkan semangat nasionalisme
anak-anak tengger adalah fakta-fakta menarik terkait budaya setempat, antara
lain:
1.
Sejak
ditanah air ini ada pemerintahan, kawasan Tengger Gunung Bromo, dianggap
sebagai tanah suci dan dijadikan pusat peribadatan( sesuai dengan
prasasti-prasasti yang ditemukan didesa wonokirti/penanjakan berangka tahun 851
saka/ 929 M dan berangka tahun 1327 saka/1407 M). Banyak raja majapahit yang
berkunjung ke daerah tersebut. Bahkan, pendiri kerajaan Singosari Sri Rangga
Rajasa Bathara Sang Amurwabumi( Ken Arok) berasal dari kawasan tengger.
2.
Pada
saat perang antara Majapahit dengan kaum penjajah, kawasan tengger sering
dijadikan basis/garis pertahanan terakhir dan tempat berlindung para pejuang Majapahit.
Oleh karena itu sampai abad ke 7 orang – orang tengger selain merasa sebagai
orang Majapahit, juga mengaku sebagai pengikut Suropati. Baru pada tahun 1720 M
dan akhirnya pada tahun 1764 tokoh tengger berhasil terbunuh. Namun, anggota
pasukan yang lain tidak mau menyerah dan bersembunyi, disebabkan hal inilah
para peneliti mengatakan bahwa selamanya kawasan tengger tidak pernah terjajah.
3.
Srategi
penjajah dirubah, para pejuang dikawasan tengger ternyata masih ada, setiap
diserang mereka tidak menyerang tetapi juga tidak menyerah, mereka bersembunyi.
Setiap Belanda mengirimkan intelejen kekawasan tersebut, para intel menemukan
mereka masih utuh. Akhirnya kompeni memakai strategi lain. Pasukan kompeni
melakukan pengepungan di bagian lereng
atas dan tengah. Saat itulah terjadi pengisolasian yang sempurna, masyarakat
tengger diembargo, bahkan berlaku status “bunuh setiap orang tengger yang
turun”. Kejadian semacam ini berlangsung hingga abad ke 19(± 200 tahun) atau
empat generasi. Faktor inilah yang menyebabkan regenerasi secara ideologis
tidak terjadi, yang ada hanya regenerasi secara fisik(Gatot Hartoyo, tokoh suku
tengger: 2011).
4.
Generasi
ke 4 (tahun 1900), masyarakat tengger sudah tidak mengerti lagi apa itu
PERJUANGAN. Belanda dengan enaknya berkebun disekitar pemukiman masyarakat
tengger, sehingga masyarakat tengger sampai tahun 1970 praktis belum tersentuh
program pembangunan pemerintah. Jadi kalau kita hitung, 252 tahun diliputi
suasana perang yang mencekam, 136 tahun dijadikan sasaran tembak utama dan
buron dari pihak belanda, 70 tahun hidup tanpa arah dan bimbingan dari
siapapun. Namun, mereka masih memegang teguh ajaran leluhurnya, sehinggaa
bayangan-bayangan majapahit masih kelihatan(benang merah tidak terputus total).
Pelajaran tersebutlah yang akhirnya membuat mereka
tergugah untuk lebih semangat dalam belajar (tentunya setelah penulis
menyampaikan dengan nada yang menggebu-gebu), membuat mereka mengerti makna
sebuah perjuangan para leluhur mereka yang dapat mereka amati dari peninggalan
sejarah yang belum tentu orang tua mereka ketahui dan memahami arti
nasionalisme secara umum walaupun mereka tidak hafal angka tahu yang saya
ceritakan.
MEMBANGUN NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN
Pembelajaran sejarah akan mengembangkan aktivitas peserta
didik untuk melakukan telaah berbagai peristiwa, untuk kemudian dipahami dan
diinternalisasikan kepada dirinya sehingga melahirkan contoh untuk bersikap dan bertindak. Dari sekian
peristiwa itu antara lain pula, ada pesan-pesan yang terkait dengan nilai nilai kepahlawanan
seperti keteladanan, rela berkorban,
cinta tanah air, kebersamaan, kemerdekaan, kesetaraan, nasionalisme dan
patriotisme (Kabul Budiyono: 2007).
Di dalam pelajaran sejarah banyak pokok bahasan atau
topik-topik yang mengandung nilai-nilai kesejarahan tersebut. Misalnya ketika
sedang membahas periode penjajahan,
sangat tepat untuk mengaktualisasikan kembali nilai-nilai jati diri dan hak-hak
individu atau hak-hak asasi manusia, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai
nasionalisme dan patriotisme. Bagaimana perlawanan yang dilancarkan oleh Sultan
Agung, oleh Pangeran Diponegara, oleh Cut Nyak Dhien. Tokoh-tokoh ini berjuang
tanpa pamrih demi kebebasan tanah tumpah darahnya, demi membela rakyat yang
menderita akibat kekejaman kaum penjajah. Harta, jiwa dan raga dipertaruhkan
demi tegaknya harga diri dan kedaulatan sebagai bangsa. Berbagai bentuk perjuangan ini secara dikotomis dapat diaktualisasikan
dalam nilai-nilai kemerdekaan.
Pembahasan topik-topik yang berkenaan dengan periode
pergerakan nasional, guru perlu menekankan nilai-nilai nasionalisme, persatuan
dan kesatuan di antara pluralisme atau keanekaragaman, toleransi dan saling
menghargai. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan golongan.
Kalau sudah demikian maka dengan didorongkan oleh keinginan luhur yakni
cita-cita ingin merdeka, maka terwujudlah persatuan dan kebersamaan. Usaha
untuk mewujudkan persatuan ini berhasil dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda yang
menyatakan satu tanah air, satu bangsa: Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan
yakni Bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda menjadi simbol kebersamaan dalam
keanekaragaman dan sekaligus memberikan semangat untuk menggalang persatuan
demi terwujudnya cita-cita kemerdekaan. Sumpah Pemuda adalah wujud nyata dari silaturakhim nasional, “dan barang siapa
yang mau menghidup-hidupkan silaturakhim maka akan dipanjangkan usianya dan
diluaskan rezekinya.” Inilah konsep nasionalisme yang dibimbing oleh
nilai-nilai moral, nilai-nilai keagaaman yang oleh Toynbee dikatakan sebagai
nasionalisme yang dibimbing oleh nilai-nilai universal agama-agama atas (higher religions) (A. Syafii Maarif: 1989).
Nasionalisme yang tidak dibimbing oleh nilai-nilai moral keagamaan,
dapat terjebak pada dua kecenderungan. Pertama,
nasionalisme yang sekuler, ekstrim berlebihan yang dapat melahirkan
chauvinisme. Bentuk nasionalisme inilah yang dikritik oleh Toynbee, karena
telah menyebabkan berkobarnya PD II yang
menghancukan peradaban manusia. Kedua, nasionalisme
yang lemah sehingga menjadikan pendukungnya tidak memiliki kebanggaan nasional
dan jati diri bangsa.
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih
kepada organisasi yang menyelenggarakan lomba essay ini. Ini merupakan
kesempatan saya untuk dapat menyumbangkan ide dalam usaha menjawab solusi
tentang hal-hal yang akan mungkin akan terjadi pada Indonesia 100 tahun yang
akan datang, agar wajah bangsa ini bisa tetap tersenyum dengan bangga. Bagi
saya, siapa yang akan menang atau kalah adalah tidak penting. Semua peserta
yang ikut dalam lomba ini adalah pemenang. Perhatian, pemikiran dan kepedulian
mereka tidak terhitung nilainya. Kehidupan yang lebih baik dan bersahabat yang
terajut dalam persatuan bangsa merupakan agenda kita sebagai generasi penerus,
yang peduli terhadap perkembangan bangsa ini kedepannya, kritikan dan celotehan
kita merupakan bukti bahwa pemuda sebagai fungsi kontrol masih tetap hidup
ditengah carut marut masalah kehidupan
berbangsa dan bernegara disekitar kita.[end]
“Ada tiga hal yang
tidak dapat ditarik kembali, yaitu:
Pertama, kata – kata
yang telah diucapkan;
Kedua, waktu yang telah
lewat;
Ketiga, kesempatan yang
disia – siakan ;
Oleh karenanya yang
utama bagi kita bukanlah memandang samar – samar ditempat jauh, tetapi berbuat
jelas dihadapan kita.”
3 komentar:
Terimakasih artikel yang snagat bagus, sangat bermanfaat untuk referensi skripsi yang sedang saya kerjakan.
Ya itu yang seharusnya ditonjolkan untuk semua pemuda semangat nasionalisme. Sekarang ini sbg pemuda kita jgn hanya ingin mendapatkan sesuatu dari hasil usaha karenaerjuangan pendahulu saja tdk mengharapkan hal seperyi itu melaikan memperoleh kemerdekaan itu yg seharusnya kita tekankan dn selalu memperjuangkan tanah air kita ini.
Ya itu yang seharusnya ditonjolkan untuk semua pemuda semangat nasionalisme. Sekarang ini sbg pemuda kita jgn hanya ingin mendapatkan sesuatu dari hasil usaha karenaerjuangan pendahulu saja tdk mengharapkan hal seperyi itu melaikan memperoleh kemerdekaan itu yg seharusnya kita tekankan dn selalu memperjuangkan tanah air kita ini.
Posting Komentar